.... hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah ... (Q.S. Anissa’ 9)

Senin, 30 Januari 2012

Menjadi Guru Kreatif

Penulis : Ilam Maolani (Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PDM Kota Tasik)
Seiring dengan semakin meningkatnya perhatian pemerintah terhadap profesi guru, terlebih lagi dengan adanya program sertifikasi guru, maka perbincangan tentang guru tidak akan pernah berhenti dan selalu menarik serta aktual. Zaman dahulu profesi ini seakan-akan dicibiri, namun kini justru berubah 180 derajat, profesi ‘oemar bakri’ ini justru semakin diminati dan ‘dicemburui’. Hampir setiap hari di  media massa kita dapat membaca good news, best news, atau bad news tentang profesi yang satu ini, baik yang berhubungan dengan sertifikasi guru, pengangkatan guru honorer, penilaian terhadap guru bersertifikat, maupun berita tentang kasus-kasus yang menimpa guru.
Dengan meningkatnya status profesi guru, maka berimplikasi pada pembuktian bagi semua guru untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa mereka betul-betul bisa menampilkan sosok guru yang profesional dan berkompeten. Guru yang menjadi idaman, teladan sekaligus panutan para peserta didik. Satu diantara sekian banyak tuntutan yang harus dibuktikan oleh guru adalah kreatifitasnya dalam mengajar.
C.P. Chaplin dalam buku Kamus Lengkap Psikologi (1999: 117) menyatakan bahwa kreatif artinya penggunaan atau upaya memfungsikan kemampuan mental produktif dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah, atau upaya pengembangan bentuk-bentuk artistik dan mekanis, biasanya dengan maksud agar orang mampu menggunakan informasi yang tidak berasal dari pengalaman atau proses belajar secara langsung, akan tetapi berasal dari perluasan konseptual dari sumber-sumber informasi tadi. Pengertian ini mengandung makna bahwa kreatif berkaitan erat dengan pengembangan dan perluasan dari asal atau bentuknya yang asli.
Dengan demikian guru kreatif adalah guru yang selalu berusaha untuk mengembangkan dan memperluas proses pembelajaran yang selama ini dianggap statis dan baku. Guru kreatif adalah guru yang anti kemapanan, ia punya ide-ide cerdas dan brilian dalam meningkatkan mutu pendidikan, memiliki keingintahuan yang besar dalam mencoba, menemukan dan meneliti sesuatu yang dapat mendongkrak kualitas pembelajarannya.
Guru kreatif ibarat air yang mengalir. Bila di suatu tempat dibendung atau dihambat supaya tidak jalan, air itu akan berbulak-belok ke arah lain untuk mencari celah-celah sehingga bisa dilalui. Seberat apapun permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan, bagi guru kreatif selalu berusaha mencari berbagai alternatif atau solusi pemecahan masalahnya. Apabila solusi yang satu mentok, maka dicari solusi yang lain, begitulah seterusnya, sehingga permasalahan tersebut bisa diatasi dengan baik dan tuntas.
Guru kreatif tidak terbawa oleh irama guru lain yang stagnan. Guru kreatif tertarik akan sesuatu yang baru dan bersifat positif. Bila guru lain hanya mengajar dengan satu metode dan atau satu media, maka guru kreatif menggunakan multi/variasi metode dan atau multi/variasi media. Guru kreatif bukanlah guru yang datang ke sekolah menyampaikan materi pelajaran saja. Ia tidak peduli apakah materi itu dipahami oleh peserta didik atau tidak, yang penting baginya adalah transfer of knowledge, sementara transfer of value-nya diabaikan. Guru kreatif bukanlah guru yang selesai mengajar diteruskan dengan ngerumpi atau ngobrol-ngobrol tak karuan sambil balakecrakan makan-makan di kantin sekolah atau di kantor. Yang diobrolkan oleh para guru kreatif adalah perbincangan atau tema yang aktual dan up to date yang menjurus pada bagaimana mutu pendidikan ini bisa ditingkatkan pencapaian keberhasilannya. Guru yang selalu berdiskusi dengan teman-temannya membicarakan bagaimana cara meningkatkan kompetensi keguruannya (kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial).   
Guru kreatif jarang mengeluh atau tidak pernah berkeluh kesah tentang kehidupan pribadi dan keluarganya di depan kelas, justru mereka seringnya memuaskan hati anak didiknya dengan tetap tampil fresh, menarik, menyenangkan, dan selalu punya spirit untuk memberi bukan meminta. Pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru kreatif adalah pendekatan student centered (terpusat pada peserta didik), bukan teacher centered (terpusat pada guru). Ia senantiasa memberi kesempatan seluas-luasnya pada peserta didik untuk mengembangkan potensinya. Guru kreatif memberi kemudahan atau fasilitas pada anak didiknya untuk berkreatifitas. Guru kreatif membuat peserta didik menjadi kreatif. Peserta didik menjadi kreatif salah satunya karena terdorong oleh pengamatan mereka yang melihat gurunya kreatif.
Guru kreatif punya dinamika (dinamis), senang akan perubahan dan selalu terpacu untuk berubah. Firman Allah SWT dalam Surat Ar-Ra’du ayat 11 (…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaanyang ada pada diri mereka sendiri…) senantiasa menjadi motivasi untuk merubah diri. Dirinya mempunyai sebuah prinsip: “Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini”.
Guru kreatif senang membaca ‘tanda-tanda zaman’ dan senantiasa mencermati laju perkembangan zaman. Buku, majalah, koran, dan televisi menjadi ‘makanan’ sehari-harinya. Tentunya media-media tersebut penggunaan dan pemanfaatannya dilakukan secara selektif, tidak taken all tanpa pemilahan. Guru kreatif tidak terbawa oleh efek negatif dari pesatnya perkembangan IPTEK. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang positif diresponnya dengan melakukan sesuatu yang positif pula. Ia melek teknologi (Metek), tidak gagap teknologi (Gaptek). Adanya internet dijadikan sarana oleh dirinya untuk memperluas wawasan, sebagai sumber pengayaan referensi, sehingga guru kreatif mempunyai ilmu pengetahuan yang luas dan sikap yang luwes (fleksibel).
Akhirnya, guru kreatif adalah guru yang berlomba-lomba dalam kebaikan (ber-fastabiqul khairaat), bukan guru yang berlomba-lomba dalam kemungkaran (ber-fastabiqul munkaraat). Semoga kita, khususnya para guru, termotivasi untuk menjadi guru kreatif. Meskipun sudah menjadi guru kreatif, tetaplah kita rendah hati (tawadhu) dan selalu ingin berbagi (sharing), menularkan dan mendakwahkan ilmu serta pengalamannya kepada orang lain sehingga termasuk manusia yang menurut sabda Rasul SAW: “Khairun Naasi Anfa’uhum Linnaasi”. Sebaik-baiknya manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang lain. Amin.

Minggu, 11 Desember 2011

Perang Fijar

Perang Fijar

Kalau Muhammad sudah mengenal seluk-beluk jalan padang pasir dengan pamannya Abu Talib, sudah mendengar para penyair, ahli-ahli pidato membacakan sajak-sajak dan pidato-pidato dengan keluarganya dulu di pekan sekitar Mekah selama bulan-bulan suci, maka ia juga telah mengenal arti memanggul senjata, ketika ia mendampingi paman-pamannya dalam Perang Fijar. Dan Perang Fijar itulah di antaranya yang telah menimbulkan dan ada sangkut-pautnya dengan peperangan di kalangan kabilah-kabilah Arab. Dinamakan Al-Fijar4 ini karena ia terjadi dalam bulan-bulan suci, pada waktu kabilah-kabilah seharusnya tidak boleh berperang. Pada waktu itulah pekan-pekan dagang diadakan di 'Ukaz, yang terletak antara Ta'if dengan Nakhla dan antara Majanna dengan Dhu'l-Majaz, tidak jauh dari 'Arafat. Mereka di sana saling tukar menukar perdagangan, berlumba dan berdiskusi, sesudah itu kemudian berziarah ke tempat berhala-berhala mereka di Ka'bah. Pekan 'Ukaz adalah pekan yang paling terkenal di antara pekan-pekan Arab lainnya. Di tempat itu penyair-penyair terkemuka membacakan sajak-sajaknya yang terbaik, di tempat itu Quss (bin Sa'ida) berpidato dan di tempat itu pula orang-orang Yahudi, Nasrani dan penyembah-penyembah berhala masing-masing mengemukakan pandangan dengan bebas, sebab bulan itu bulan suci.

Akan tetapi Barradz bin Qais dari kabilah Kinana tidak lagi menghormati bulan suci itu dengan mengambil kesempatan membunuh 'Urwa ar-Rahhal bin 'Utba dari kabilah Hawazin. Kejadian ini disebabkan oleh karena Nu'man bin'l-Mundhir setiap tahun mengirimkan sebuah kafilah dari Hira ke 'Ukaz membawa muskus, dan sebagai gantinya akan kembali dengan membawa kulit hewan, tali, kain tenun sulam Yaman. Tiba-tiba Barradz tampil sendiri dan membawa kafilah itu ke bawah pengawasan kabilah Kinana. Demikian juga 'Urwa lalu tampil pula sendiri dengan melintasi jalan Najd menuju Hijaz.

Adapun pilihan Nu'man terhadap 'Urwa (Hawazin) ini telah menimbulkan kejengkelan Barradz (Kinana), yang kemudian mengikutinya dari belakang, lalu membunuhnya dan mengambil kabilah itu. Sesudah itu kemudian Barradz memberitahukan kepada Basyar bin Abi Hazim, bahwa pihak Hawazin akan menuntut balas kepada Quraisy. Fihak Hawazin segera menyusul Quraisy sebelum masuknya bulan suci. Maka terjadilah perang antara mereka itu. Pihak Quraisy mundur dan menggabungkan diri dengan pihak yang menang di Mekah. Pihak Hawazin memberi peringatan bahwa tahun depan perang akan diadakan di 'Ukaz.

Perang demikian ini berlangsung antara kedua belah pihak selama empat tahun terus-menerus dan berakhir dengan suatu perdamaian model pedalaman, yaitu yang menderita korban manusia lebih kecil harus membayar ganti sebanyak jumlah kelebihan korban itu kepada pihak lain. Maka dengan demikian Quraisy telah membayar kompensasi sebanyak duapuluh orang Hawazin. Nama Barradz ini kemudian menjadi peribahasa yang menggambarkan kemalangan. Sejarah tidak memberikan kepastian mengenai umur Muhammad pada waktu Perang Fijar itu terjadi. Ada yang mengatakan umurnya limabelas tahun, ada juga yang mengatakan duapuluh tahun. Mungkin sebab perbedaan ini karena perang tersebut berlangsung selama empat tahun. Pada tahun permulaan ia berumur limabelas tahun dan pada tahun berakhirnya perang itu ia sudah memasuki umur duapuluh tahun.

Juga orang berselisih pendapat mengenai tugas yang dipegang Muhammad dalam perang itu. Ada yang mengatakan tugasnya mengumpulkan anak-anak panah yang datang dari pihak Hawazin lalu di berikan kepada paman-pamannya untuk dibalikkan kembali kepada pihak lawan. Yang lain lagi berpendapat, bahwa dia sendiri yang ikut melemparkan panah. Tetapi, selama peperangan tersebut telah berlangsung sampai empat tahun, maka kebenaran kedua pendapat itu dapat saja diterima. Mungkin pada mulanya ia mengumpulkan anak-anak panah itu untuk pamannya dan kemudian dia sendiripun ikut melemparkan. Beberapa tahun sesudah kenabiannya Rasulullah menyebutkan tentang Perang Fijar itu dengan berkata: "Aku mengikutinya bersama dengan paman-pamanku, juga ikut melemparkan panah dalam perang itu; sebab aku tidak suka kalau tidak juga aku ikut melaksanakan."

Sesudah Perang Fijar Quraisy merasakan sekali bencana yang menimpa mereka dan menimpa Mekah seluruhnya, yang disebabkan oleh perpecahan, sesudah Hasyim dan 'Abd'l-Muttalib wafat, dan masing-masing pihak berkeras mau jadi yang berkuasa. Kalau tadinya orang-orang Arab itu menjauhi, sekarang mereka berebut mau berkuasa. Atas anjuran Zubair bin 'Abd'l-Muttalib di rumah Abdullah bin Jud'an diadakan pertemuan dengan mengadakan jamuan makan, dihadiri oleh keluarga-keluarga Hasyim, Zuhra dan Taym. Mereka sepakat dan berjanji atas nama Tuhan Maha Pembalas, bahwa Tuhan akan berada di pihak yang teraniaya sampai orang itu tertolong. Muhammad menghadiri pertemuan itu yang oleh mereka disebut Hilf'l-Fudzul. Ia mengatakan, "Aku tidak suka mengganti fakta yang kuhadiri di rumah Ibn Jud'an itu dengan jenis unta yang baik. Kalau sekarang aku diajak pasti kukabulkan."

Seperti kita lihat, Perang Fijar itu berlangsung hanya beberapa hari saja tiap tahun. Sedang selebihnya masyarakat Arab kembali ke pekerjaannya masing-masing. Pahit-getirnya peperangan yang tergores dalam hati mereka tidak akan menghalangi mereka dari kegiatan perdagangan, menjalankan riba, minum minuman keras serta pelbagai macam kesenangan dan hiburan sepuas-puasnya

Adakah juga Muhammad ikut serta dengan mereka dalam hal ini? Ataukah sebaliknya perasaannya yang halus, kemampuannya yang terbatas serta asuhan pamannya membuatnya jadi menjauhi semua itu, dan melihat segala kemewahan dengan mata bernafsu tapi tidak mampu? Bahwasanya dia telah menjauhi semua itu, sejarah cukup menjadi saksi. Yang terang ia menjauhi itu bukan karena tidak mampu mencapainya. Mereka yang tinggal di pinggiran Mekah, yang tidak mempunyai mata pencarian, hidup dalam kemiskinan dan kekurangan, ikut hanyut juga dalam hiburan itu. Bahkan di antaranya lebih gila lagi dari pemuka-pemuka Mekah dan bangsawan-bangsawan Quraisy dalam menghanyutkan diri ke dalam kesenangan demikian itu.

Akan tetapi jiwa Muhammad adalah jiwa yang ingin melihat, ingin mendengar, ingin mengetahui. Dan seolah tidak ikut sertanya ia belajar seperti yang dilakukan teman-temannya dari anak-anak bangsawan menyebabkan ia lebih keras lagi ingin memiliki pengetahuan. Karena jiwanya yang besar, yang kemudian pengaruhnya tampak berkilauan menerangi dunia, jiwa besar yang selalu mendambakan kesempurnaan, itu jugalah yang menyebabkan dia menjauhi foya-foya, yang biasa menjadi sasaran utama pemduduk Mekah. Ia mendambakan cahaya hidup yang akan lahir dalam segala manifestasi kehidupan, dan yang akan dicapainya hanya dengan dasar kebenaran. Kenyataan ini dibuktikan oleh julukan yang diberikan orang kepadanya dan bawaan yang ada dalam dirinya. Itu sebabnya, sejak masa ia kanak-kanak gejala kesempurnaan, kedewasaan dan kejujuran hati sudah tampak, sehingga penduduk Mekah semua memanggilnya Al-Amin (artinya 'yang dapat dipercaya').

Pergi Ke Suria Dalam Usia Duabelas Tahun

Pergi Ke Suria Dalam Usia Duabelas Tahun

Anak itu lalu turut serta dalam rombongan kafilah, hingga sampai di Bushra di sebelah selatan Syam. Dalam buku-buku riwayat hidup Muhammad diceritakan, bahwa dalam perjalanan inilah ia bertemu dengan rahib Bahira, dan bahwa rahib itu telah melihat tanda-tanda kenabian padanya sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Sebagian sumber menceritakan, bahwa rahib itu menasehatkan keluarganya supaya jangan terlampau dalam memasuki daerah Syam, sebab dikuatirkan orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadap dia.

Dalam perjalanan itulah sepasang mata Muhammad yang indah itu melihat luasnya padang pasir, menatap bintang-bintang yang berkilauan di langit yang jernih cemerlang. Dilaluinya daerah-daerah Madyan, Wadit'l-Qura serta peninggalan bangunan-bangunan Thamud. Didengarnya dengan telinganya yang tajam segala cerita orang-orang Arab dan penduduk pedalaman tentang bangunan-bangunan itu, tentang sejarahnya masa lampau. Dalam perjalanan ke daerah Syam ini ia berhenti di kebun-kebun yang lebat dengan buab-buahan yang sudah masak, yang akan membuat ia lupa akan kebun-kebun di Ta'if serta segala cerita orang tentang itu. Taman-taman yang dilihatnya dibandingkannya dengan dataran pasir yang gersang dan gunung-gunung tandus di sekeliling Mekah itu. Di Syam ini juga Muhammad mengetahui berita-berita tentang Kerajaan Rumawi dan agama Kristennya, didengarnya berita tentang Kitab Suci mereka serta oposisi Persia dari penyembah api terhadap mereka dan persiapannya menghadapi perang dengan Persia.

Sekalipun usianya baru dua belas tahun, tapi dia sudah mempunyai persiapan kebesaran jiwa, kecerdasan dan ketajaman otak, sudah mempunyai tinjauan yang begitu dalam dan ingatan yang cukup kuat serta segala sifat-sifat semacam itu yang diberikan alam kepadanya sebagai suatu persiapan akan menerima risalah (misi) maha besar yang sedang menantinya. Ia melihat ke sekeliling, dengan sikap menyelidiki, meneliti. Ia tidak puas terhadap segala yang didengar dan dilihatnya. Ia bertanya kepada diri sendiri: Di manakah kebenaran dari semua itu?

Tampaknya Abu Talib tidak banyak membawa harta dari perjalanannya itu. Ia tidak lagi mengadakan perjalanan demikian. Malah sudah merasa cukup dengan yang sudah diperolehnya itu. Ia menetap di Mekah mengasuh anak-anaknya yang banyak sekalipun dengan harta yang tidak seberapa. Muhammad juga tinggal dengan pamannya, menerima apa yang ada. Ia melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh mereka yang seusia dia. Bila tiba bulan-bulan suci, kadang ia tinggal di Mekah dengan keluarga, kadang pergi bersama mereka ke pekan-pekan yang berdekatan dengan 'Ukaz, Majanna dan Dhu'l-Majaz, mendengarkan sajak-sajak yang dibawakan oleh penyair-penyair Mudhahhabat dan Mu'allaqat3. Pendengarannya terpesona oleh sajak-sajak yang fasih melukiskan lagu cinta dan puisi-puisi kebanggaan, melukiskan nenek moyang mereka, peperangan mereka, kemurahan hati dan jasa-jasa mereka. Didengarnya ahli-ahli pidato di antaranya orang-orang Yahudi dan Nasrani yang membenci paganisma Arab. Mereka bicara tentang Kitab-kitab Suci Isa dan Musa, dan mengajak kepada kebenaran menurut keyakinan mereka. Dinilainya semua itu dengan hati nuraninya, dilihatnya ini lebih baik daripada paganisma yang telah menghanyutkan keluarganya itu. Tetapi tidak sepenuhnya ia merasa lega.

Dengan demikian sejak muda-belia takdir telah mengantarkannya ke jurusan yang akan membawanya ke suatu saat bersejarah, saat mula pertama datangnya wahyu, tatkala Tuhan memerintahkan ia menyampaikan risalahNya itu. Yakni risalah kebenaran dan petunjuk bagi seluruh umat manusia.

Muhammad SAW Dalam Asuhan Abu Talib

Di Bawah Asuhan Abu Talib

Pengasuhan Muhammad di pegang oleh Abu Talib, sekalipun dia bukan yang tertua di antara saudara-saudaranya. Saudara tertua adalah Harith, tapi dia tidak seberapa mampu. Sebaliknya Abbas yang mampu, tapi dia kikir sekali dengan hartanya. Oleh karena itu ia hanya memegang urusan siqaya (pengairan) tanpa mengurus rifada (makanan). Sekalipun dalam kemiskinannya itu, tapi Abu Talib mempunyai perasaan paling halus dan terhormat di kalangan Quraisy. Dan tidak pula mengherankan kalau Abd'l-Muttalib menyerahkan asuhan Muhammad kemudian kepada Abu Talib.

Abu Talib mencintai kemenakannya itu sama seperti Abd'l-Muttalib juga. Karena kecintaannya itu ia mendahulukan kemenakan daripada anak-anaknya sendiri. Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, suka berbakti dan baik hati, itulah yang lebih menarik hati pamannya. Pernah pada suatu ketika ia akan pergi ke Syam membawa dagangan - ketika itu usia Muhammad baru duabelas tahun - mengingat sulitnya perjalanan menyeberangi padang pasir, tak terpikirkan olehnya akan membawa Muhammad. Akan tetapi Muhammad yang dengan ikhlas menyatakan akan menemani pamannya itu, itu juga yang menghilangkan sikap ragu-ragu dalam hati Abu Talib.

Abd'l-Muttalib Wafat

Abd'l-Muttalib Wafat

Kenangan yang memilukan hati ini barangkali akan terasa agak meringankan juga sedikit, sekiranya Abd'l-Muttalib masih dapat hidup lebih lama lagi. Tetapi orang tua itu juga meninggal, dalam usia delapanpuluh tahun, sedang Muhammad waktu itu baru berumur delapan tahun. Sekali lagi Muhammad dirundung kesedihan karena kematian kakeknya itu, seperti yang sudah dialaminya ketika ibunya meninggal. Begitu sedihnya dia, sehingga selalu ia menangis sambil mengantarkan keranda jenazah sampai ketempat peraduan terakhir.

Bahkan sesudah itupun ia masih tetap mengenangkannya sekalipun sesudah itu, di bawah asuhan Abu Talib pamannya ia mendapat perhatian dan pemeliharaan yang baik sekali, mendapat perlindungan sampai masa kenabiannya, yang terus demikian sampai pamannya itupun akhirnya meninggal.

Sebenarnya kematian Abd'l-Muttalib ini merupakan pukulan berat bagi Keluarga Hasyim semua. Di antara anak-anaknya itu tak ada yang seperti dia: mempunyai keteguhan hati, kewibawaan, pandangan yang tajam, terhormat dan berpengaruh di kalangan Arab semua. Dia menyediakan makanan dan minuman bagi mereka yang datang berziarah, memberikan bantuan kepada penduduk Mekah bila mereka mendapat bencana. Sekarang ternyata tak ada lagi dari anak-anaknya itu yang akan dapat meneruskan. Yang dalam keadaan miskin, tidak mampu melakukan itu, sedang yang kaya hidupnya kikir sekali. Oleh karena itu maka Keluarga Umaya yang lalu tampil ke depan akan mengambil tampuk pimpinan yang memang sejak dulu diinginkan itu, tanpa menghiraukan ancaman yang datang dari pihak Keluarga Hasyim.